Apa itu kekerasan seksual ?
Apa itu kekerasan seksual ?
#GerakBersama #AmanBersama
Mari Gerak Bersama!
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau Permen PPKS. Langkah ini merupakan komitmen serius Kemendikbudristek dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia untuk memastikan terpenuhinya hak dasar atas pendidikan bagi seluruh warga negara. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta Tujuan Pembangunan Berkelanjutan khususnya Tujuan 4 mengenai Pendidikan dan Tujuan 5 mengenai Kesetaraan Gender, dengan memastikan upaya menghentikan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan berjalan tanpa menghambat warga negara dalam mengakses dan melanjutkan pendidikannya.
Definisi kekerasan seksual
Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Apa itu “ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender”?
Menurut Komnas Perempuan (2017), “ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender” adalah sebuah keadaan terlapor menyalahgunakan sumber daya pengetahuan, ekonomi dan/ atau penerimaan masyarakat atau status sosialnya untuk mengendalikan korban.
Jenis kekerasan, termasuk juga kekerasan seksual
Berdasarkan jenisnya, kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual yang dilakukan secara:
- verbal,
- nonfisik,
- fisik, dan
- daring atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Contoh Bentuk Kekerasan Seksual
Selain pemerkosaan, perbuatan-perbuatan di bawah ini termasuk kekerasan seksual.
- berperilaku atau mengutarakan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan penampilan fisik, tubuh ataupun identitas gender orang lain (misal: lelucon seksis, siulan, dan memandang bagian tubuh orang lain);
- menyentuh, mengusap, meraba, memegang, dan/atau menggosokkan bagian tubuh pada area pribadi seseorang;
- mengirimkan lelucon, foto, video, audio atau materi lainnya yang bernuansa seksual tanpa persetujuan penerimanya dan/atau meskipun penerima materi sudah menegur pelaku;
- menguntit, mengambil, dan menyebarkan informasi pribadi termasuk gambar seseorang tanpa persetujuan orang tersebut;
- memberi hukuman atau perintah yang bernuansa seksual kepada orang lain (seperti saat penerimaan siswa atau mahasiswa baru, saat pembelajaran di kelas atau kuliah jarak jauh, dalam pergaulan sehari-hari, dan sebagainya);
- mengintip orang yang sedang berpakaian;
- membuka pakaian seseorang tanpa izin orang tersebut;
- membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam seseorang untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang sudah tidak disetujui oleh orang tersebut;
- memaksakan orang untuk melakukan aktivitas seksual atau melakukan percobaan pemerkosaan; dan
- melakukan perbuatan lainnya yang merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Kata kunci yang menjadi indikator suatu kekerasan adalah paksaan. Kegiatan apa pun yang mengandung paksaan adalah kekerasan.
Sumber:
Krug, E. G., Mercy, J. A., Dahlberg, L. L., & Zwi, A. B. (2002). The world report on violence and health. The lancet, 360(9339), 1083-1088.
Miller, S. (2017). Many Women Experience Paralysis During Sexual Assualt. Diakses dari https://www.livescience.com/59388-sexual-assault-paralysis.html
Möller, A., Söndergaard, H. P., & Helström, L. (2017). Tonic immobility during sexual assault–a common reaction predicting postātraumatic stress disorder and severe depression. Acta obstetricia et gynecologica Scandinavica, 96(8), 932-938.
Harvard Law School Halt (2021). How to Avoid Victim Blaming. Diakses dari https://orgs.law.harvard.edu/halt/how-to-avoid-victim-blaming/.
Tempo.co (2019). Baiq Nuril: Saya Tak Akan Menyerah Mencari Keadilan. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1222460/baiq-nuril-saya-tak-akan-menyerah-mencari-keadilan/full&view=ok
Komnas Perempuan (2020). Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Thaun 2019. Diakses dari https://drive.google.com/file/d/18fePLROxYEoNbDuFvH9IEshykn_y9RpT/view
Dikti Kemendikbud (2020). Menciptakan Kampus Aman dan Nyaman Bebas dari Perundungan dan Kekerasan Seksual. Diakses dari http://www.dikti.go.id/kabar-dikti/kabar/menciptakan-kampus-aman-dan-nyaman-bebas-dari-perundungan-dan-kekerasan-seksual/
Itjen Kemendikbud (2020). Wujudkan Kampus Merdeka dari Kekerasan Berbasis Gender, Puspeka Gelar Webinar. Diakses dari https://itjen.kemdikbud.go.id/public/post/detail/wujudkan-kampus-merdeka-dari-kekerasan-berbasis-gender-puspeka-gelar-webinar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020). Cara Puspeka Kemendikbud Kurangi Tingkat Kekerasan Berbasis Gender. Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/11/cara-puspeka-kemendikbud-kurangi-tingkat-kekerasan-berbasis-gender
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020). Kemendikbud Dorong Penciptaan Kampus Merdeka yang Sehat secara Holistik. Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/12/kemendikbud-dorong-penciptaan-kampus-merdeka-yang-sehat-secara-holistik
Komentar
Jadilah yang pertama berkomentar di sini